Sekolah kampung menjadi solusi pada wilayah
dengan tingkat Pendidikan yang masih rendah. Konsep sekolah kampung yang
dilakukan oleh ICDP di Sarmi mendapat apresiasi yang besar ketika di
presentasikan di Maluku pada Forum KTI ke 5.
Program SK-AUD atau Sekolah Kampung-Anak Usia
Dini ini sudah dilakukan oleh Institut Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
atau IPPM sejak tahun 2007 mendapatkan dukungan dana dari UNDP melalui program
PCDP. Program ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan lokal terkait pendidikan
anak usia dini. Di Kabupaten Sarmi, partisipasi pendidikan masih perlu
ditingkatkan, terutama di kampung-kampung. Angka partisipasi pendidikan untuk
SD, SLTP dan SLTA di Sarmi adalah 94.1%, 67.6% dan 24.2% (BPS, 2009). Namun
sekalipun angka partisipasi tersebut tidak rendah, namun angka menamatkan
sekolah hanya 34.3%. Seperti yang dituturkan oleh para guru SD, anak-anak yang
tidak dipersiapkan untuk mengikuti pendidikan di SD umumnya mudah putus
sekolah. Pendidikan di Taman Kanak-Kanak atau PAUD akan sangat membantu
anak-anak mempersiapkan diri mengikuti pendidikan di SD. Namun sayangnya TK
maupun PAUD tidak tersedia di kampung-kampung di Papua.
Tanpa bermaksud menjadi pengganti Pendidikan
formal yang menjadi tanggung jawab sekolah, IPPM telah mendirikan tiga Sekolah
Kampung di tiga kampung (Betaf, Beneraf dan Yamna) di Kecamatan Pantai Timur,
Kabupaten Sarmi dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat lokal dalam
pelaksanaan Sekolah Kampung.
Pada awal kegiatan, IPPM melakukan sosialisasi
program dan melakukan studi penggalian kebutuhan pendidikan dan perencanaan
bersama masyarakat. Tujuan dari sosialisasi dan perencanaan partisipatif adalah
untuk mendapatkan komitmen dan dukungan pemangku kepentingan lokal terhadap
pelaksanaan Sekolah Kampung dan mencapai tujuan bersama.
Setelah perencanaan bersama masyarakat, IPPM
merekrut masyarakat lokal untuk menjadi fasilitator pendidikan di Sekolah
Kampung. Perekrutan ini merupakan tahap penting dalam memastikan keberlanjutan
Sekolah Kampung. Fasilitator setempat akan menetap di kampung dan meneruskan
kegiatan belajar di Sekolah Kampung, sekalipun nanti IPPM tidak lagi bekerja di
kampung mereka. Dalam merekrut fasilitator, IPPM tidak memilih fasilitator,
melainkan masyarakat. Untuk memfasilitasi kegiatan belajar di Sekolah Kampung
tidak dibutuhkan guru bersertifikat. Masyarakat kampung yang punya pendidikan
yang cukup serta dapat berinteraksi baik dengan anak-anak dapat menjadi
fasilitator Sekolah Kampung. Para orang tua murid juga dapat menjadi
fasilitator Sekolah Kampung. Hingga saat ini IPPM telah merekrut 30 fasilitator
lokal untuk tiga Sekolah Kampung. Setelah direkrut, para fasilitator dilatih
aspek-aspek praktis belajar-mengajar, terutama belajar-mengajar bersama
anak-anak.
Masyarakat terlibat aktif dalam keberlangsungan
Sekolah Kampung. Mereka menyediakan bangunan sekolah dengan memanfaatkan dana
pembangunan kampung (Dana RESPEK). Mereka juga bergotong-royong membangun
sekolah dan alat permainan edukatif dengan menggunakan bahan-bahan lokal.
Mereka juga terlibat dalam pengelolaan kegiatan Sekolah Kampung. IPPM berperan
sebagai katalisator terutama dalam pembentukan komite pengelola dan
pengembangan kapasitas fasilitator lokal.
Sekolah Kampung juga melibatkan pemangku
kepentingan setempat, seperti Dinas Pendidikan Sarmi, pemerintah Distrik Pantai
Timur dan aparat kampung. Selain itu juga melibatkan tokoh gereja, tokoh adat
dan perempuan. Hingga tahun 2010 Sekolah Kampung telah memberikan manfaat
langsung kepada 134 anak balita, dan jumlah ini terus bertambah dari tahun ke
tahun. Sekolah Kampung juga memberikan manfaat bagi mereka yang terlibat
langsung dalam pelaksanaanya, seperti komite dan pengelolanya.
Kegiatan di Sekolah Kampung berlangsung tiga kali
seminggu, yaitu setiap hari Senin, Rabu dan Jum'at. Para fasilitator mendorong
anak-anak untuk belajar. Ada dua kelompok anak yang terlibat dalam Sekolah
Kampung, yaitu Kelompok Belajar dan Kelompok Bermain. Kelompok Belajar dibagi
menjadi: kelompok pemula (3-4 tahun) dan kelas lanjut (5 tahun ). Bahan belajar
berupa: bahan cetak (huruf, angka, poster dan lain-lain); bahan elektronik
(kaset, tape recorder), bahan habis pakai (kertas, bahan lukis, alam dan
lain-lain); Alat Permainan Edukatif (APE) dan Alat Peraga Pendidikan (APP).
Khusus untuk mendukung dan membantu anak dalam melatih jasmani yang sehat dan
mengembangkan ketrampilan dalam berinteraksi, di setiap SK-AUD dibuat Tempat
Bermain Anak (TBA) yang digunakan sekali dalam seminggu. Khusus Pondok Bacaan
Anak (PBA) sedang dipersiapkan. Setiap bulan pengelola SK-AUD memberikan
makanan tambahan bagi peserta SK-AUD berupa susu dan kacang hijau. Dukungan
dari pemangku kepentingan setempat berperan penting dalam keberhasilan Sekolah
Kampung. Pemerintah daerah dan juga DPRD sangat mendukung Sekolah Kampung.
Pemerintah kampung mengalokasikan dana mereka untuk biaya operasional Sekolah
Kampung. Dengan komunikasi yang intensif dengan masyarakat, mereka mau terlibat
aktif dalam Sekolah Kampung. Hal ini akan memudahkan keberlanjutan Sekolah
Kampung.
Dari 134 peserta peserta SK-AUD semuanya kini
telah bersekolah di SD. Para guru mereka di SD mengatakan bahwa anak-anak dari
Sekolah Kampung lebih cepat menerima pelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa
Sekolah Kampung telah menjadi pendekatan yang tepat untk mempersiapkan anak
kampung untuk bersekolah di SD.
Sekolah Kampung telah disosialisasikan kepada
pemerintah provinsi dan kabupaten. Dengan melihat dampak nyata dari Sekolah
Kampung, Pemerintah Provinsi Papua setuju untuk mereplikasi Sekolah Kampung ke
wilayah lain di Papua.
Sumber: undp-pcdp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar